Menyambut Realita Pasca Wisuda
Hari itu akhirnya datang. Toga dikenakan, ijazah digenggam erat, dan senyum lebar terukir di wajah. Suara riuh tepuk tangan, pelukan orang tua, foto-foto penuh kebanggaan semuanya terasa seperti puncak dari perjalanan panjang yang telah dilewati dengan susah payah. Wisuda adalah momen yang dirayakan dengan suka cita, seolah-olah hidup kini tinggal menjemput masa depan yang cerah.
Setelah semua pesta usai, ruang
kelas kosong, dan sebagian teman-teman kembali ke kota masing-masing, kenyataan
mulai menyapa dengan pelan tapi pasti. Kita mulai bertanya dalam hati:
"Apa langkahku selanjutnya?"
"Ke mana aku akan pergi?"
"Apa aku sudah cukup siap?"
Tiada henti pikiran terus berputar,
langkah mana yang benar-benar cocok untuk aku jalani untuk melajutkan kehidupan
yang semakin membuat bingung.
Ketika
Dunia Nyata Mulai Menyapa
Pasca wisuda, banyak dari kita
mendapati bahwa dunia di luar bangku kuliah jauh lebih kompleks dari pada yang
kita bayangkan. Tidak semua orang langsung mendapat pekerjaan. Tidak semua
lulusan langsung tahu passionnya. Bahkan, tidak sedikit yang merasa tersesat di
tengah tumpukan ekspektasi, baik dari diri sendiri maupun orang-orang di sekitar.
Sebelum lulus, hidup terasa seperti
alur yang teratur masuk kuliah, kerjakan tugas, ikut ujian, lulus dan kesibukan
kampus lainnya. Tapi setelahnya? Tidak ada lagi kurikulum yang memberi arahan,
tidak ada dosen pembimbing yang siap memberi masukan, tidak ada kalender
akademik yang menandai akhir semester. Yang ada hanyalah dunia yang luas dan
serba tidak pasti.
Dan di titik ini, kita belajar
sesuatu yang tidak diajarkan di kelas: Bahwa hidup tidak selalu berjalan
linier.
Fase-fase
yang Wajar Terjadi
Banyak lulusan baru mengalami fase-fase
emosional yang mirip. Ada yang merasa euforia, lalu mendadak cemas. Ada yang
semangat mengirim lamaran, lalu lelah karena tak kunjung dipanggil. Ada yang
nekat merintis usaha sendiri, lalu ragu di tengah jalan. Semua itu normal.
Perasaan galau, takut gagal, atau bahkan merasa tertinggal bukanlah tanda
kelemahan itu tanda bahwa kamu sedang tumbuh.
Pasca wisuda juga bisa menjadi waktu
yang sangat sunyi. Tidak semua orang punya teman seperjuangan yang masih
tinggal di kota yang sama. Media sosial sering kali hanya menunjukkan
pencapaian orang lain tanpa memperlihatkan perjuangannya. Ini bisa membuat kita
merasa kecil atau tidak cukup. Padahal, tiap orang punya waktu tempuh yang
berbeda. Ada yang berlari cepat, ada yang berjalan pelan, dan keduanya tetap sah
menuju tujuannya masing-masing.
Belajar
Melepas Ekspektasi yang Kaku
Saat kuliah, kita sering
menggantungkan harapan tinggi pada gelar yang diperjuangkan. Kita percaya bahwa
dengan sarjana di tangan, hidup akan lebih mudah. Sayangnya, dunia tidak bekerja
seperti itu. Dunia kerja tidak selalu linear dengan jurusan. Banyak yang
akhirnya bekerja di bidang yang sama sekali berbeda dari latar belakang
pendidikannya dan itu tidak masalah.
Yang perlu dipahami: ijazah adalah
bekal, bukan jaminan. Ia adalah bukti bahwa kita pernah belajar, tapi
keberhasilan ke depan akan ditentukan oleh sejauh mana kita mampu beradaptasi,
belajar ulang, dan menjaga semangat untuk terus melangkah.
Merangkul
Ketidakpastian, Menciptakan Peluang
Menyambut realita pasca wisuda
berarti berdamai dengan ketidakpastian, tapi tidak berhenti melangkah. Ini
adalah waktu untuk mencoba berbagai hal: magang lagi, ikut pelatihan, membuka
usaha kecil, relawan di komunitas, atau sekadar mencari tahu apa yang
sebenarnya kita suka.
Jangan takut jika pilihanmu belum
menghasilkan uang besar. Jangan minder jika temanmu sudah bekerja di perusahaan
ternama sementara kamu masih mencari-cari. Perjalanan setiap orang unik dan
tidak bisa dibandingkan secara langsung.
Yang terpenting, tetap bergerak dan
terus berdoa. Jangan menunggu semuanya pasti. Dunia pasca kampus tidak
menyediakan peta, tapi kamu bisa membuat kompas sendiri dengan belajar dari
pengalaman, bertanya pada orang-orang, dan terus mendengarkan suara hatimu
sendiri.
Hidup
yang Baru Dimulai
Wisuda bukanlah garis akhir, tapi
titik start dari babak baru. Mungkin lebih sunyi, lebih sepi, dan lebih tidak
pasti. Tapi juga penuh kesempatan untuk mengenal dunia lebih dalam dan mengenal
diri sendiri lebih jujur.
Jika hari ini kamu masih belum tahu
harus ke mana, tidak apa-apa. Ambil napas, lihat sekeliling, sambal minum kopi dan
ambil langkah kecil. Dunia ini luas, dan banyak jalan yang bisa kamu ciptakan
sendiri. Kamu tidak harus sukses di usia 22 atau 25. Tidak ada batas waktu
untuk berkembang. Yang penting, kamu tidak berhenti mencoba.
Jadi, mari kita sambut realita pasca
wisuda bukan dengan ketakutan, tapi dengan keberanian. Karena meskipun jalan
ini tidak selalu mudah, ia penuh makna dan kamu cukup kuat untuk menjalaninya.
Piye rasane iku mas
BalasHapus